Episode-5: Perjalanan dari kab Kurun menuju ibu kota (palangka raya)

(Pencarian kakak yang hilang di pedalaman Kalimantan. Sebuah catatan pengalaman hidup Pe. Ameu TL)

banner 120x600
67 Views

G-NEWS (CERPEN) — Pertemuan kami di Desa Tumbang Posu, bagaikan cahaya lilin yang menyala dalam gelap.
Di tempat itu pula, kakak plácido, untuk pertama kalinya kembali mendengar suara mama, dengan mengurai kerinduan yang terpendam,
merayakan Natal bersama pastor di Paroki Santu Arnoldus Janssen, Kurun,
menjadi penyulut semangat yang luar biasa bagi kakak Plácido dan keluarganya.
Paroki Santu Arnodus Jassen, Kurun,
tempat mereka mengikrarkan janji nikah 12 tahun yang lalu, seakan kini kembali memberkati perjalanan mereka menuju babak baru ke Timor Leste.

“Di dalam gereja ini, kakak berdua jangan lupa berdoa, memohon bimbingan Roh Kudus, agar semua rencana ke depan berjalan lancar,” kataku kepada mereka.

banner 325x300

“Kami berdoa dalam hening, mengangkat harapan kepada Tuhan agar segala urusan ke depan dipermudah. Semoga Tuhan mengabulkan-Nya,” sahut kakak Plácido dengan mata penuh harap.

Dalam hati pun, aku berdoa:
“Tuhan, berikanlah mereka jalan untuk mewujudkan semua harapan dan kerinduan mereka, terutama agar bisa berkumpul kembali dengan bapa, mama, dan seluruh keluarga di Timor Leste.”
……..
Jam menunjukkan pukul 11.00 pagi.
Sesuai rencana, kami harus berangkat ke Palangkaraya hari itu.
Kami berpamitan kepada Pater Sipri dan para penghuni pastoran dengan ucapan terima kasih yang tulus atas semua pelayanan dan cinta yang kami terima selama beberapa hari ini.
Dalam hati, kami hanya bisa berdoa agar Tuhan membalas semua kebaikan mereka.
…..
Pater Sipri meminta umat di situ untuk mengantar kami ke terminal bus, dan semua berjalan lancar.
Tuhan memang menghadirkan orang-orang baik di waktu yang tepat.

Coba bayangkan!
Aku yang asing di tempat ini merasa seperti bertemu saudara sendiri.
Prasangka negatif tentang orang Dayak seketika sirna.
Kebaikan dan keikhlasan yang kami bawa dibalas dengan hal yang sama.
Pengalaman ini mengajarkan bahwa:
“Kebaikan hati, akan selalu menemukan balasannya, di mana pun kita berada”.
…..
Syukurlah, ketika tiba di terminal bus, masih tersisa 1 bus yang akan berangkat ke Palangkaraya.
Tanpa basa-basi, kami langsung menumpangi (Kami berjumlah delapan orang—kakak Plácido dan pasangannya, tiga anak mereka, mama mertua dari kakak Plácido, serta seorang ipar).
……

Hamparan tanah Kalimantan dengan keindahan alamnya menemani perjalanan kami.
Tujuan kami adalah ibu kota Kalimantan Tengah, Palangkaraya.
……

Sehari sebelumnya, saya sudah menghubungi rektor komunitas SVD di Palangkaraya.
Bruder rektor, kala itu, membalas smsnya seperti ini:
“Selamat datang frater bersama keluarga di rumah kita.”
Demikian sapaan hangat dari Bruder Rektor yang masih terngiang di telingaku.

Syukur tak terhingga atas kelancaran ini.

Tuhan, hanya satu kata untuk-Mu:
Terima kasih.
….

Bus melaju dengan kecepatan stabil, diiringi musik syahdu yang mengingatkanku pada perjalanan dari Kupang ke Betun yang pernah kujalani.

Hamparan hutan dan lambaian daun sawit seolah menyambut kami dengan hangat.
Riak air sungai yang mengalir tenang seolah menyala kami dengan lembutnya.

“Apakah perjalanan masih jauh?” tanyaku kepada sopir.
“Ya, masih jauh.
Tetapi, 10 menit lagi kita akan berhenti untuk makan siang di restoran persinggahan,” jawabnya.
….

Keponakan-keponakan tampak kelelahan.
Maklum, perjalanan jauh ini adalah pengalaman baru bagi mereka.

“Ayo semangat, sebentar lagi kita makan,” kataku menyemangati.

Beberapa di antara mereka mabuk perjalanan, tetapi kakak Plácido tetap terlihat bersemangat.
….

Bus pun melambat, kemudian berhenti di sebuah restoran.
Semua penumpang turun untuk makan.
Setelah makan, wajah-wajah yang tadinya lelah kini kembali ceria.
Kami pun melanjutkan perjalanan dengan semangat baru.
…..

Dari Kurun hingga Palangkaraya, mata kami tak lepas dari pemandangan kelapa sawit, pohon karet, dan pepohonan besar lainnya. Keindahan alam Kalimantan menjadi latar belakang perjalanan kami.
….

Dari kejauhan, sebuah papan besar bertuliskan “Selamat datang di Ibu Kota (Palangkaraya)”.

Keponakan-keponakan tampak ceria,
karena sebagian dari mereka, untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di ibu Kota Propinsi ini.
….
Hiruk pikuk kota mulai terasa.
Transportasi umum melintas di mana-mana, mulai dari gojek hingga uber, bemo, taxi dan trevel.
Kota yang bersih dan indah ini terasa sangat berbeda dari suasana pedalaman di Tumbang Posu.
Kakak Plácido tampak terheran-heran melihat perubahan besar yang terjadi setelah sekian lama ditinggalkan.
…..

Tepat di depan kantor POLDA Palangkaraya, bus kami tiba-tiba berhenti.
Kukira ada pemeriksaan penumpang oleh kepolisian, tetapi ternyata sopir hanya bertanya tentang alamat tujuan kami.

Setelah mendapatkan arahan,
bus melanjutkan perjalanan hingga tiba di rumah komunitas SVD, yang berdiri gagah di jantung kota Palangkaraya.
….

Bruder Lukas menyambut kami dengan senyum hangat, bak seorang ayah menyambut anak-anaknya.
Meski kini bruder telah berpulang (meninggal dunia), kenangan tentang sambutannya yang penuh keramahan tetap hidup dalam ingatan saya.
Kota Palangkaraya dengan segala keindahannya pun, seolah tersenyum menyambut kedatangan kami.

Kakak Plácido dan keluarganya tampak kagum melihat perhatian yang kami terima di rumah biara ini.
Pengalaman luar biasa ini, memotivasi saya untuk semakin kokoh melangkah maju dalam panggilan hidup ini.
……
Di Palangkaraya, kami beristirahat sejenak, menyusun rencana-rencana selanjutnya.

Hingga ketika malam tiba, kami berjalan mengelilingi kota yang berkilau dengan lampu-lampu gemerlap, memberi harapan baru bahwa di balik kegelapan dunia,
Tuhan selalu menjanjikan terang.

🔴Bersambung…. (Ke Episode ke 6: Perpisahanku bersama kakak dan keluarganya serta keberangkatan Ponakan Korea untuk operasi bibir di Jakarta).

Ditunggu episode selanjutnya)

relavante