G—NEWS (OLAHRAGA) — Musim telah bergulir panjang. Dari malam basah di Paris hingga kabut kelabu di Milan, dua klub besar mengejar bayangan sejarah mereka masing-masing. Kini, takdir mempertemukan Paris Saint-Germain (PSG) dan Inter Milan di Allianz Arena, dalam final Liga Champions UEFA — bukan sekadar pertandingan, tapi ujian identitas, kekuatan jiwa, dan filosofi sepak bola.
Dari tahun ke tahun, PSG telah menjadi laboratorium sepak bola modern. Dana besar, pemain bintang, dan pelatih ternama silih berganti, namun trofi Liga Champions tetap menjauh. Luis Enrique, sang maestro dari Spanyol, membawa pendekatan baru — sepak bola berbasis struktur dan tekanan tinggi, bukan sekadar glamor.
Di babak semifinal, mereka akhirnya membalas luka lama: mengalahkan Bayern Munich, lawan yang membuat mereka menangis di final 2020.
“Kami ingin meninggalkan warisan. Bukan hanya menang, tapi menjadi legenda,” — Luis Enrique
Inter bukan tim dengan gegap gempita media. Mereka diam-diam membangun fondasi kuat di bawah arahan Simone Inzaghi. Bukan hanya tim, tapi mesin taktis yang berjalan dengan kepercayaan. Melalui pertahanan disiplin dan transisi cepat, mereka menjinakkan Manchester City, sang juara bertahan, di semifinal.
“Sepak bola adalah tentang membaca momen. Kami tak punya Mbappé, tapi kami punya Lautaro — dan organisasi,” — Simone Inzaghi
Inter Milan (3-5-2)
Pelatih: Simone Inzaghi
Kiper: Yann Sommer
Tiga Bek: Pavard – de Vrij – Bastoni
Lini Tengah: Darmian, Barella, Çalhanoğlu, Mkhitaryan, Dimarco
Penyerang: Thuram & Lautaro Martínez (C)
Strategi: Zona bertahan kompak, serangan balik cepat, transisi lateral
Paris Saint-Germain (4-3-3)
Pelatih: Luis Enrique
Kiper: Donnarumma
Bek: Hakimi – Marquinhos – Hernández – Mendes
Tengah: Vitinha – Ugarte – Fabián Ruiz
Penyerang: Dembélé – Mbappé (C) – Kolo Muani
Strategi: Tekanan tinggi, penguasaan bola 60%+, eksploitasi sayap kiri melalui Mbappé
Di atas kertas, PSG unggul. Di lapangan, Inter Milan selalu punya kejutan. PSG membawa kecepatan dan energi, Inter membawa kesabaran dan pengetahuan ruang. Dalam final, bukan hanya teknik yang menang, tapi mentalitas.
“Ketika Anda bermain untuk Inter, Anda bermain untuk sejarah. Ketika Anda bermain untuk PSG, Anda menulis sejarah baru.”
– Narator, suara latar dokumenter
Mata dunia tertuju pada Munich. Siapa yang menulis akhir yang manis?
Prediksi Kami:
- PSG 1 – 1 Inter Milan (Inter menang lewat adu penalti 4-3)
- Gol: Lautaro (38’), Mbappé (82’)
- Pahlawan Penalti: Yann Sommer (Inter)
Entah trofi itu akhirnya jatuh ke pelukan Paris atau kembali ke Milan, malam ini akan menjadi malam yang diingat generasi. Malam di mana dua filosofi sepak bola saling menatap di cermin sejarah: satu mewakili masa depan yang dibangun dengan kekuatan ekonomi, satu lagi mewakili masa lalu yang belum selesai diceritakan.
Dan ketika wasit meniup peluit akhir, kita akan tahu: takdir memilih siapa malam ini.
“Karena sepak bola bukan hanya tentang menang — tapi tentang bagaimana kamu menulis namamu di waktu.”
— Penutup Dokumenter: Final Liga Champions UEFA 2024/2025

















loading="lazy" />