Hentikan Brutalisme: Saling Menghormati, Kita Semua Sesama Manusia (Sesama Orang Timor)

Oleh: Pe. Domingos G. de Araújo, tinggal di Portugal

banner 120x600
75 Views

G-NEWS (PORTUGAL) –Insiden terbaru yang melibatkan Jeca Barreto Borges, yang mengalami kekerasan brutal dari pihak otoritas sipil, menjadi tanda peringatan akan meningkatnya ketegangan antara rakyat dan otoritas pemerintah di Timor-Leste.

Video yang tersebar luas, menunjukkan kekerasan yang dialami Jeca, yang berujung pada patahnya lengan kiri, menjadi bukti yang mengkhawatirkan atas jarak yang semakin melebar antara pihak yang seharusnya melindungi warga dan warga itu sendiri. Insiden menyedihkan ini menunjukkan tidak hanya rapuhnya hubungan antara rakyat dan negara atau pemerintah, tetapi juga penyalahgunaan kekuasaan yang, dalam sebuah demokrasi, sama sekali tidak dapat diterima.

banner 325x300

Semakin lama, kesalahpahaman antara rakyat dan otoritas semakin brutal, mencerminkan memburuknya komunikasi dan hilangnya rasa saling menghormati. Dari sisi rakyat, mereka merasa tidak dihargai dan dikhianati oleh tindakan-tindakan oknum pemerintah yang seharusnya bertanggung jawab atas kesejahteraan umum.

Sementara itu, otoritas sebagai wakil negara memiliki tanggung jawab untuk bertindak dengan transparansi, keadilan, dan penghormatan terhadap hak-hak warganya. Ketika otoritas ini justru menggunakan kekerasan untuk memaksakan kehendak mereka, seperti yang terjadi pada Jeca Barreto Borges, mereka tidak hanya gagal dalam menjalankan tugasnya, tetapi juga melanggar prinsip dasar demokrasi: penghormatan terhadap kemanusiaan.

Dalam setiap masyarakat demokratis, penggunaan kekuatan fisik sebagai cara untuk menyelesaikan konflik tidak hanya memalukan, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.

Sebagai negara muda yang terus berkembang, Timor-Leste memerlukan komitmen yang lebih kuat terhadap dialog dan penyelesaian masalah secara damai. Rakyat tidak boleh diperlakukan sebagai musuh negara, dan negara tidak boleh bertindak sebagai penindas, melainkan sebagai penjaga kesejahteraan bersama.

Filosof Prancis Michel Foucault menyoroti kekuasaan secara kritis, menunjukkan bahwa kekuasaan tidak hanya bersifat represif, tetapi juga bisa produktif jika digunakan dengan benar. Namun, ketika kekuasaan menjadi sinonim dengan kekerasan, seperti yang kita saksikan dalam kasus ini, maka kekuasaan itu kehilangan legitimasinya.

Foucault memperingatkan bahaya dari otoritas yang, alih-alih mempromosikan kesejahteraan umum, malah menggunakan kekerasan untuk mendominasi. Situasi ini hanya akan meningkatkan ketidakpercayaan dan kebencian antara rakyat dan lembaga-lembaga negara.

Hannah Arendt, seorang filosof politik, membuat perbedaan yang jelas antara kekuasaan dan kekerasan. Menurut Arendt, kekuasaan yang sah adalah kekuasaan yang didasarkan pada persetujuan dan kerja sama, sementara kekerasan muncul ketika kekuasaan kehilangan otoritasnya.

Apa yang kita lihat dalam kasus Jeca Barreto Borges adalah manifestasi dari kelemahan negara yang beralih pada kekerasan karena telah kehilangan kemampuan untuk berkomunikasi dengan rakyatnya.

Kita membutuhkan perubahan segera. Sebagai warga Timor Leste, kita harus saling menghormati dan mengingat bahwa kekerasan fisik tidak pernah menyelesaikan masalah. Sebaliknya, hal itu hanya memperdalam luka dan memperpanjang siklus penderitaan serta kesalahpahaman.

Kekuatan yang sebenarnya ada dalam dialog dan pencarian solusi bersama. Agar Timor-Leste dapat berkembang, baik otoritas maupun rakyat harus berkomitmen untuk menghentikan brutalitas dan membangun budaya saling menghormati serta kerja sama.

Perjuangan kemerdekaan Timor-Leste berakar pada prinsip saling menghormati sesama rakyat Timor dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Prinsip dasar ini harus menjadi pedoman kita dalam membangun masyarakat yang adil dan demokratis.

relavante